--> Sejarah Konstantinopel Part 2 | Grand Education

Kumpulan Materi Sejarah | Sejarah Eropa | Sejarah Asia | Sejarah Australia | Sejarah Amerika | Zaman Prasejarah |

Selasa, 14 Oktober 2014

Sejarah Konstantinopel Part 2

| Selasa, 14 Oktober 2014

Akhirnya kita dapat bertemu kembali, kali ini saya akan melanjutkan materi mengenai Sejarah Konstantinopel. Dan untuk mempersingkat waktu, semua telah saya rangkum di bawah ini. Selamat membaca.

Prefek Kota Konstantinopel pertama yang diketahui adalah Honoratus, yang menjabat sejak 11 Desember 359 sampai 361. Kaisar Valens membangun Istana Hebdomon di tepian Propontis dekat Gapura Kencana, kemungkinan besar untuk digunakan pada saat pemeriksaan pasukan. Semua kaisar sampai dengan Zeno dan Basiliscus dinobatkan dan diumumkan di Hebdomon. Theodosius I membangun Gereja Yohanes Pembaptis sebagai tempat penyimpanan tengkorak orang suci itu (sekarang disimpan di Istana Topkapı di Istanbul, Turki), mendirikan sebuah tugu peringatan atas dirinya di Forum Taurus, dan merombak reruntuhan kuil Aphrodite untuk dijadikan sebuah gudang kereta Prefek Pretoria; Arcadius membangun sebuah Forum baru yang dinamakan menurut namanya sendiri di Mese, dekat tembok-tembok Konstantinus.

Pengaruh Konstantinopel lambat-laun meredup. Setelah diguncang oleh Pertempuran Adrianopel pada 378, di mana Kaisar Valens beserta pasukan-pasukan Romawi terbaik dihancurkan oleh kaum Visigoth hanya dalam beberapa hari saja, Konstantinopel mulai memperhatikan pertahanannya, dan Theodosius II membangun Tiga Lapis Tembok Pertahanan setinggi 18 Meter (60 Kaki) pada 413-414, yang tak dapat ditembus sampai munculnya bubuk mesiu. Theodosius juga membangun sebuah Universitas dekat Forum Taurus, pada 27 Februari 425.

Sekitar periode ini, Uldin, seorang pemimpin kaum Hun, muncul di Danube dan bergerak maju ke Thrace, namun dia dikhianati oleh banyak pengikutnya, yang menyeberang ke pihak Romawi dan memukul mundur raja mereka kembali ke utara sungai itu. Karena kejadian ini, tembok-tembok baru didirikan untuk mempertahankan Konstantinopel, dan armada di Danube ditingkatkan.
Sementara itu, kaum Barbar menguasai Kekaisaran Romawi Barat: Kaisarnya lari ke Ravenna, dan kerajaannya binasa. Setelah peristiwa ini, Konstantinopel benar-benar menjadi kota terbesar di Kekaisaran Romawi sekaligus di dunia. Kaisar-kaisar tidak lagi mondar-mandir dari satu ibu kota dan istana ke ibu kota dan istana lainnya. Mereka berdiam di istananya dalam kota besar itu, dan mengutus jenderal-jenderal untuk memimpin bala tentara mereka. Kemakmuran Mediterania Timur dan Asia Barat mengalir masuk ke Konstantinopel.

Kaisar Yustinianus I (527–565) termasyur berkat kemenangan-kemenangannya dalam peperangan, reformasi-reformasi hukumnya, dan karya-karya pembangunannya. Dari Konstantinopellah armada ekspedisinya bertolak untuk merebut kembali bekas Keuskupan Afrika pada atau sekitar 21 Juni 533. Sebelum bertolak, kapal Komandan Belisarius berlabuh di depan istana kekaisaran, dan Patriark memimpin doa demi keberhasilan armada. Setelah memenangkan pertempuran pada 534, harta-benda Bait Allah Yerusalem yang dijarah pasukan Romawi pada 70 Masehi dan yang kemudian dibawa ke Kartago oleh kaum Vandal setelah menjarah Roma pada 455, dibawa kembali ke Konstantinopel dan disimpan di sana selama beberapa waktu, mungkin saja di dalam Gereja St. Polyeuctus, sebelum akhirnya dikembalikan kepada Yerusalem di Gereja Kebangkitan atau Gereja Baru.

Lomba balap kereta sangat digemari di Roma selama berabad-abad. Di Konstantinopel, hippodromos makin lama makin meningkat reputasinya sebagai tempat berpolitik. Di sanalah (sebagai bayangan yang silam dari pemilihan umum di Roma lama) rakyat secara aklamasi menunjukkan persetujuan mereka atas seorang kaisar baru, dan di sana pula mereka terang-terangan mengkritik pemerintah, atau menyerukan penggantian menteri-menteri yang tidak disukai masyarakat. Pada masa pemerintahan Yustinianus, ketertiban umum di Konstantinopel menjadi isu politik yang penting.

Selama periode akhir Romawi dan awal Bizantin, Agama Kristen menuntaskan permasalahan-permasalahan mendasar akan identitasnya, dan perselisihan antara kubu Ortodoks dan Monofisit menimbulkan kekacauan yang serius. Kekacauan ini diekspresikan melalui keikutsertaan dalam keanggotaan pendukung tim biru dan hijau pada balapan kereta. Para pendukung tim biru dan tim hijau konon memelihara kumis dan janggut, mencukur rambut di bagian depan dan memanjangkan rambut di bagian belakang kepala, mengenakan jubah berlengan lebar dan berikat pinggang; dan membentuk kelompok-kelompok yang meraung-raung dan melakukan kejahatan di jalanan pada malam hari. Pada akhirnya kekacauan-kekacauan ini memuncak pada sebuah pemberontakan besar pada 532, yang dikenal sebagai kerusuhan "Nika" (dari pekik-perang "Kemenangan!" yang diteriakkan para pemberontak).

Kebakaran yang disulut para pemberontak Nika menghanguskan basilika St. Sophia yang dibangun Konstantinus, yakni gedung Gereja utama Konstantinopel, yang berdiri di utara Augustaeum. Yustinianus menugaskan Anthemius dari Tralles dan Isidorus dari Miletus untuk menggantikannya dengan gedung Gereja St. Sophia yang baru dan yang tiada duanya. Gedung ini adalah katedral agung Gereja Ortodoks, yang kubahnya konon bertahan di ketinggian atas kehendak Tuhan semata, dan yang terhubung langsung dengan istana sehingga keluarga kerajaan dapat pergi ke Gereja tanpa perlu melalui jalanan. Peresmiannya digelar pada 26 Desember 537 dan dihadiri kaisar, yang berseru, "Wahai Salomo, aku telah menyaingimu!" Pengurusan St. Sophia ditangani oleh 600 orang termasuk 80 imam, dan menghabiskan biaya pembangunan sebesar 20.000 pon emas.

Yustinianus juga menugaskan Anthemius dan Isidorus untuk meruntuhkan bangunan asli Gereja Para Rasul Kudus yang dibangun Konstantinus dan menggantikannya dengan sebuah gedung gereja baru dengan nama yang sama. Gereja ini dirancang dalam bentuk salib sama-sisi dengan lima kubah, dan dihiasi mosaik-mosaik indah. Gereja ini terus menjadi tempat pemakaman para kaisar mulai dari Konstantinus sendiri sampai abad ke-11. Ketika Konstantinopel jatuh ke tangan Turki pada 1453, Gereja ini diruntuhkan untuk menyediakan tempat bagi makam Mehmed II Sang Penakluk. Yustinianus juga memperhatikan aspek-aspek lain dari lingkungan pembangunan kota. Dia menetapkan larangan mendirikan bangunan di tepi laut, dengan maksud untuk menjaga keindahan pemandangan.

Selama masa pemerintahan Yustinianus I, populasi Konstantinopel mencapai 500.000 jiwa. Namun jumlah populasi juga menurun akibat menyebarnya Wabah Yustinianus antara 541–542 Masehi. Wabah ini membunuh sekitar 40% warga kota.

Terima kasih telah membaca mengenai Sejarah Konstantinopel Part 2 semoga apa yang saya berikan di dalam blog ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian terima kasih.

Related Posts